MAKALAH
Upaya Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah
Di Susun Oleh :
Risti Husniawati
XI IPA 1
MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 2 CIAMIS
Jln.Yos Sudarso Nomor 53 Tlp.(0265)771432 Ciamis 46211
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karunia - Nya sebagai penulis saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik,
meski tidak sempurna.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin kita semua
yakni Nabi yang paling akhir di utus oleh Allah SWT untuk menjadi saksi pembawa
gembira bagi hamba-hamba Nya yang shaleh dan kabar duka untuk umat yang
durhaka. Rasulullah yang memanggil seluruh umat ke jalan Allah SWT dan pelita
yang menerangi seluruh alam semesta yakni habibana wanabiyyana Muhammad SAW.
Makalah ini saya susun untuk melengkapi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah yaitu pembahasan tentang Upaya
Mempersiaapkan Kemerdekaan Indonesia.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada:
1. Guru mata Sejarah yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaannya
kepada saya untuk membuat makalah ini.
2. Rekan-rekan siswa kelas XI-IPA 1 yang telah membantu saya menyusun makalah ini.
3. Dan kepada semua pihak yang ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Kritik membangun mengenai isi makalah ini kami harapkan dan semoga Allah
SWT selalu melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya untuk kita semua, amin ya robbal
‘alamin. Akhir kata mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi saya sebagai penulis dan
bagi siapa saja yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Penulis,
Daftar Isi
1. Halaman Judul………………………………………………………………………. I
2. Kata Pengantar……………………………………………………………………… II
3. Daftar isi……………………………………………………………………………. III
4. BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………... 4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………... 4
1.4 Metode Penulisan……………………………………………………………….. 4
5. BAB II Isi
2.1 Janji Perdana Menteri Koiso……………………………………………………..
5
2.2 Pembentukkan BPUPKI………………………………………………………….
5
2.3 Pembentukkan
PPKI …………………………………………………………….. 9
2.4 Persiapan
Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ………….... 10
2.5 Menyusun Kronologi Kemerdekaan Indonesia…………………………………. 12
2.6 Detik-detik pembacaan
naskah Proklamasi……………………………………... 13
6. BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 15
3.2 Saran…………………………………………………………………………….. 15
7. Daftar Pustaka……………………………………………………………………….. 16
8. Lampiran-lampiran………………………………………………………………….. 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemerdekaan
adalah suatu keadaan yang sangat
diimpikan oleh semua bangsa terutama bagi bangsa Indonesia yang hampir 3,5 abad
dijajah oleh bangsa Belanda dan Jepang.
Kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari para penjajah.Kemerdekaan Indonesia
adalah hasil perjuangan para pahlawan dan juga rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Waktu
penjajahan yang sangat lama membuat bangsa Indonesia berpikir keras untuk
keluar dari era tersebut.Setiap ada kesempatan pasti digunakan sebaik mungkin
meskipun nyawa taruhannya.
Sehingga
makalah ini Penulis susun untuk mengetahui bagaimana jerih payah para pejuang
dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan mengetahui segala hal yang
terjadi dibalik suksesnya bangsa Indonesia keluar dari masa penjajahan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa isi
dari Janji Perdana Menteri Koiso ?
2.
Bagaimana Pembentukkan BPUPKI ?
3.
Bagaimana
Pembentukkan PPKI ?
4.
Bagaimana Persiapan Perumusan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ?
5.
Bagaimana Menyusun Kronologi Kemerdekaan Indonesia ?
6.
Bagaimana detik-detik
pembacaan naskah proklamasi ?
1.3
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui isi dari janji perdana menteri Koiso
2. Mengetahui proses pembentukkan BPUPKI
3. Mengetahui proses pembentukkan PPKI
4. Mengetahui bagaimana proses perumusan naskah proklamasi Kemerdekaan
Indonesia
5.
Mengetahui kronologi
kemerdekaan Indonesia
6.
Megetahui bagaimana
detik-detik pembacaan naskah proklamasi
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini diperoleh dengan menggunakan metode studi kepustakaan,
yaitu metode dengan menggunakan referensi dari buku - buku yang bersangkutan
untuk menjadi bahan materi pembuatan makalah. Dan metode obyektif yang
diperoleh dari informasi internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Janji
Perdana Menteri Koiso
Pada awal perang Dunia II Jepang selalu
mendapat kemenangan melawan Sekutu, tetapi pada tahun 1942 Jepang mulai
mendapatkan kekealahan dari Sekutu. Jepang yang semula berjaya menguasai Asia
Selatan dan asia Tenggara mulai terdesak oleh pasukan Sekutu.
Tahun 1944, Kekalahan Jepang di Asia Pasifik
tinggal menunggu waktu. Pada situasi demikian, perlawanan rakyat di daerah
jajahan semakin menyala. Keadaan tersebut diperburuk oleh turunyya moril
prajurit , krisis ekonomi dan politik di dalam negeri Jepang sendiri.
Tanggal 17 Juli 1944 , Jendral Hideki Tojo
meletakkan jabatan sebagai perdana menteri. Ia digantikan oleh Jenderal Kunaiki
Koiso. Koiso mempunyai tugas berat memulihkan kewibawaan Jepang dimata
bangsa-bangsa Asia. Untuk menarik hati bangsa indonesia, maka pada tanggal 7 September 1944
dalam sidang parlemen jepang, perdana menteri kuniaki koiso mengumumkan bahwa
daerah hindia timur (indonesia) diperkenankan merdeka “kelak dikemudian hari”.
Sejak diikrarkan janji kemerdekaan, di
kantor-kantor boleh dikibarkan sang Merah Putih yang berdampingan dengan
Bendera Jepang (Hinomaru) dan diperkenakan menggunakan bahasa Indonesia di
kantor, sekolah dan media masa.
2.2 Pembentukkan
BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Setelah Jepang memberikan janji
kemerdekaan dikemudian hari kepada bangsa indonesia, para pemimpin pergerakan
kemerdekaan Indonesia segera menuntut janji tersebut untuk diwujudkan. Akibat
desakan para pemimpin pergerakan kemerdekaan indonesia dan kedudukan jepang
yang semakin terdesak, maka Letnan Jenderal Kumakici Harada (pimpinan tentara
Jepang di Jawa) pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai), Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
ditunjuk sebagai ketua BPUPKI dengan anggota sebanyak 64 orang.
Setelah susunan pengurus BPUPKI
terbentuk, maka pada tanggal 28 Mei 1945 diresmikan oleh pemerintah bala
tentara Jepang, sekaligus dilangsungkan upacara persiapan BPUPKI di gedung Cuo
Sangi In, jalan Pejambon Jakarta (Sekarang Gedung Departemen Luar Negeri).
Pada waktu itu dilakukan upacara
pengibaran bendera Hinomaru oleh M.R.
A.R. Pringgodigdo yang kemudian disusul pengibaran bendera sang saka merah
putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut membangkitkan
semangat para anggota BPUPKI dalam usahanya mempersiapkan kemerdekaan
indonesia. Selain membangkitkan semangat anggota BPUPKI, juga menggugah
semangat Bangsa Indonesia untuk berjuang memperoleh kemerdekaan. Dalam perjalanannya BPUPKI menyelenggarakan dua kali sidang.
a.
Sidang pertama BPUPKI (29 Mei 1945-1 Juni
1945)
Dalam sidang pertama membahas
tentang dasar negara. Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam
pembukaannya meminta pandangan dari anggota mengenai dasar Negara Indonesia.
Sidang ini menekankan bahwa
sesuatu yang akan dijadikan dasar negara hendaknya dicari dan digali dari
nilai-nilai yang sudah berakar kuat dari hati dan pikiran rakyat. Selain itu
agar dapat diterima secara bulat dan didukung oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya
tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas
yaitu:
1.
peri kebangsaan
2.
peri kemanusiaan
3.
peri ke Tuhanan
4.
peri kerakyatan
5.
kesejahteraan rakyat
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
- persatuan
- keseimbangan lahir dan batin
- kekeluargaan
- keadilan rakyat
- musyawarah
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang
disebut Pancasila yaitu:
- nasionalisme dan kebangsaan Indonesia
- internasionalisme dan peri kemanusiaan
- mufakat atau demokrasi
- kesejahteraan sosial
- Ketuhanan yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut
Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila
atau Tiga Sila yaitu:
- Sosionasionalisme
- Sosiodemokrasi
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno,
Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu
merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam
satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila.
Dalam rapat 1 Juni 1945, nama yang dipilih untuk dasar Negara Indonesia adalah
Pancasila. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diperingati sebagai hari
lahirnya pancasila. Dengan berakhirnya rapat pada tanggal 1 juni 1945, maka
selesailah pelaksanaan persidangan pertama BPUPKI.
Piagam
Jakarta / Jakarta Charter
Dalam masa istirahat(reses) pada
tanggal 22 Juni 1945 dibentuk lagi panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang sehingga
disebut panitia sembilan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula
sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
- Ir. Soekarno (ketua)
- Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
- Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
- Mr. Muhammad Yamin (anggota)
- KH. Wachid Hasyim (anggota)
- Abdul Kahar Muzakir (anggota)
- Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
- H. Agus Salim (anggota)
- Mr. A.A. Maramis (anggota)
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia
Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal
dengan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) yang berisikan:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga
alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan
konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam
Jakarta.
b.
Sidang
Keudua BPUPKI (10-17 Juli 1945)
Rapat kedua berlangsung 10-17
Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
pendidikan dan pengajaran.
Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia
Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia
Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia
Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
- Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
- Mr. Wongsonegoro
- Mr. Achmad Soebardjo
- Mr. A.A. Maramis
- Mr. A.A. Maramis
- Mr. R.P. Singgih
- H. Agus Salim
- Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia
Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil
perancang UUD tersebut dan pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia
Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut
tercantum tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD yang
didalamnya mengesahkan tentang wilayah
Negara, bentuk Negara kesatuan, pemerintahan Republik, bendera nasional Merah
Putih dan bahasa Nasional bahasa Indonesia.
Pada tanggal 07 Agustus 1945 BPUPKI
dibubarkan dan diganti dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Republik
Indonesia.
2.3 Pembentukkan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia)
Pada awalnya PPKI beranggotakan
21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut
- Ir. Soekarno (Ketua)
- Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
- Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
- KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
- R. P. Soeroso (Anggota)
- Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
- Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
- Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
- Otto Iskandardinata (Anggota)
- Abdoel Kadir (Anggota)
- Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
- Pangeran Poerbojo (Anggota)
- Dr. Mohammad Amir (Anggota)
- Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
- Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
- Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)[4]
- Andi Pangerang (Anggota)
- A.H. Hamidan (Anggota)
- I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
- Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
- Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang,
keanggotaan bertambah 6 yaitu
- Achmad Soebardjo (Penasehat)
- Sajoeti Melik (Anggota)
- Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
- R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
- Kasman Singodimedjo (Anggota)
- Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Pada tanggal 09 Agustus 1945, tiga tokoh
PPKI, yaitu Ir.Soekarno,Drs.Moh.Hatta dan Dr.Radjiman Widyodiningrat di panggil
ke Dalath,Vietnam Selatan oleh Jendral Terauchi untuk dilantik.Pada tangggal 15
Agustus 1945 , ketiga tokoh tersebut pulang ke Indonesia tanpa mengetahui
Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Pada
tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima
Jepang oleh Amerika
Serikat yang mulai
menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia dan pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika
Serikat dan sekutunya.
Sementara
itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio gelapnya bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para
pejuang bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Saat Soekarno, Hatta
dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap
hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang sudah
harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu
nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir
tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang
telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para
pejuang Indonesia belum siap.
Akhirnya, pada
tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Golongan muda mendesak
golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun
golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya
pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk
rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah
sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas
usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
2.4 Persiapan Perumusan Naskah
Proklamasi Kemerdekaan
1. Perbedaan Pendapat Antara Golongan Tua Dan Golongan
Muda
Akibat
menyerahnya jepang kepada sekutu Di Indonesia terjadi Vacum Of Power, artinya tidak ada pemerintahan yang berkuasa.
Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Setelah
mengetahui Jepang menyerah kepada sekutu, para pemuda segera menemui Bung Karno
dan Bung Hatta Di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Dalam peremuan itu
Sutan Sahrir sebagai juru bicara para pemuda meminta agar Bung Karno Dan Bung
Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada saat itu juga, lepas
dari campur tangan jepang. Namun Bung Karno tidak menyetujuai usul para pemuda
karena proklamsi kemerdekaan perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat
PPKI. Alasannya, badan inilah yang bertugas mempersiapakan kemerdekaan
Indonesia.
Para
pemuda menolak pendapat Bung Karno. Para pemuda berpendapat bahwa menyatakan
kemerdekaan melalui PPKI tentu akan dicap oleh sekutu bahwa kemerdekaan
Indonesia hanyalah pemberian jepang. Para pemuda tidak menginginkan kemerdekaan
Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Jepang. Dengan demikian, usaha para
pemuda dengan juru bicara sutan syahrir untuk membujuk Ir. Soekarno agar segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia mengalami kegagalan.
Karena
belum berhasil membujuk Bung Karno, maka pada tanggal. 15 Agustus 1945 pukul
22.00 WIB para pemuda kembali mengadakan rapat Di Lembaga Bakteorologi Di Jalan
Pegangsaan Timur dengan dipimpin oleh Chaerul Shaleh. Keputusan rapat
mengajukan tuntutan radikal yang
menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan persoalan rakyat
Indonesia sendiri dan tidak dapat digantungkan pada orang lain dan kerajaan
lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus
diputuskan. Sebaliknya , diharapkan diadakan suatu perundingan dengan Ir.
Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta agar segera menyatakan proklamasi.
Hasil
keputusan rapat disampaikan kepada Bung Karno Dan Bung Hatta pada pukul 22.00
WIB oleh Darwis dan Wikana. Wikana menghendaki agar proklamasi kemerdekaan
Indonesia dinyatakan oleh Bung Karno pada keesokan harinya tanggal 16 Agustus
1945. Mereka mengancam akan terjadi pertumpahan darah bila keinginan itu tidak
dilaksanakan . mendengar ancaman itu Bung Karno marah. Bung Karno sebagai ketua
PPKI tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, sehingga bersikeras ingin
membicarakan terlebih dahulu dengan anggota PPKI lainya. Suasana tegang anatara
Darwis dan Wikana, dengan Bung Karno disaksikan oleh para tokoh nasionalis
golongan tua, seperti drs. Mohammad Hatta, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, AR.
Buntaran, Dr. Samsi, dan Ahmad Soebardjo.
Tampak
perbedaan pendapat mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Golongan tua menghendaki diadakan rapat PPKI terlebih dahulu. Sementara itu,
golongan pemuda bersikeras menyatakan bahwa proklamasi harus dilaksanakan pada
tanggal 16 Agustus 1945.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya
setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar
Datuk Tan Malaka --yang tergabung
dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota
PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke
Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Ir.Soekarnao
dan Moh.Hatta ditempatkan di markas PETA pimpinan Syudanco Subeno.Tujuannya
adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang.
Di sini, mereka kembali meyakinkan
Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan
Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua,
yaitu Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar
Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Rombongan tibadi
Rengasdengklok pukul 17.30 WIB.Setelah melalui dialog antara dua kelompok muda
dan tua dan dengan jaminan Ahmad Subardjo akhirnya dicapai kesepakatan, yaitu :
1. Soekarna dan Moh.Hatta diperbolehkan kembali ke
Jakarta
2. Proklamasi Kemerdekaan akan dilaksanakan di Jakarta
selambat-lambatnya pukul 12.00 keesokan harinya, yaitu pada tanggal 17 Agustus
1945.
2.5 Menyusun Kronologi Kemerdekaan
Indonesia
Pada tanggal 16 Agustus 1945,
sekitarn pukul 23.00 WIB rombongan Soekarno-Hatta dan para pemuda tiba di
Jakarta, untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi. Mengingat bahwa hotel Des
Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk
pertemuan setelah pukul 10 malam, maka selanjutnya rombongan menujuke rumah
Jendral Mayor Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer
Jepang.
Mayor Jenderal Nishimura tidak mau
menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda, untuk
menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak
siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak
dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia
sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.
Soekarno dan Hatta menyesali
keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya
Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin
dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan
diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda
mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan
Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang
memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura,
Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana
Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1)
diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan
berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.
Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo
dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang
mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari
Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi
dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan
administratif.
Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa
pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta,
Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan
klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati,
Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang
diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann
Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan
Ikada, namun berhubung alasan keamanan
dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
2.6 Detik-detik Pembacaan Naskah
Proklamasi
Perundingan
antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks
proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No
1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan
Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah
Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani
teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik.
Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan
proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian
bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul
dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan
Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak
dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit.
Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat,
seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari
belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih),
yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari
sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia
Raya.. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih
disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat
disimpulkan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia bukanlah pemberian dari negara
penjajah, melainkan hasil usaha para pejuang dengan semangat heroisme dan
melalui rintangan-rintangan yang membahayakan demi terlepasnya negara Indonesia
dari cengkraman para penjajah.
Dengan
demikian, selaku warga negara yang baik haruslah mencintai dan menghargai jasa
para pahlawan yang telah berjuang dimedan
perang dengan mempertaruhkan
nyawanya. Rasa nasionalisme dan patriotisme harus kita aplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
3.2 Saran
Perjuangan para pejuang dalam mencapai
kemerdekaan Indonesia bukanlah hal yang dihadapi dengan kemalasan. Mereka
berjuang dengangigih dan semangat demi terciptanya negara yang merdeka, bebas
dan berdaulat. Sehingga sikap inilah yang harus ditiru generasi mendatang demi
tetap terjaganya persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.
Daftar Pustaka